Pudjiadi Stocks entered UMA
Baca Selengkapnya ....
Harga murah reservasi hotel & Villa di Anyer, Carita, Ujung Kulon Banten, Indonesia
MAKASSAR - The Indonesian annual travel mart, Tourism Indonesia Mart&Expo (TIME) or 'Pasar Wisata Indonesia' is concluded today with total attendance of 104 buyers from 21 countries. The top five buyers consisted of Malaysia, Korea, India and Indonesia, Singapore, and the Netherlands. TIME 2008 also attracted 108 sellers from 16 provinces of Indonesia, which mostly come from Jakarta, South Sulawesi, Bali, North Sulawesi, West Nusa Tenggara, Yogyakarta and East Kalimantan, and Papua.
The percentage of sellers based on industry is hotel, resort and spa (75 percent), NTO (10 percent), tour operator/travel agent (7 percent), adventure/activity holiday (3 percent), airline (1.5 percent), and others (hotel management, tourism board, tourism organization and travel portal (8.5 percent).
The above was reported during the closing press conference of TIME 2008 by the organizing committee of TIME 2008. "Despite the current global financial crisis and EU ban to Indonesian airlines, TIME 2008 has booked an estimated transaction of US$15.2 million," said Meity Robot, chairperson of TIME 2008.
"The conduct of TIME 2008 in Makassar has proven successful as a result of good cooperation among the organizing committee and organizer of TIME 2008 together with the local committee, which comprises the provincial government of South Sulawesi, City of Makassar, and the entire tourism industry, as well as associations in South Sulawesi and Makassar," said Meity.
"We have heard some positive comments and constructive notes have been expressed by delegates of TIME 2008 saying that Makassar has grown significantly since the last TIME 2006 and has shown tremendous progress in featuring the city as a travel and MICE destination, with its newest international airport and convention center, as well as development of new hotels and tourism attractions," said Meity.
Buyers and international travel writers are given the opportunity to take part in the post-tour program to Toraja for 3 days and 2 nights.
The organizing committee of TIME has decided that next year's TIME will be held in Lombok, West Nusa Tenggara. At press time by West Nusa Tenggara yesterday, the provincial government of West Nusa Tenggara represented by the vice chairman of DPRD West Nusa Tenggara, in association with the Lombok and Sumbawa tourism board, stated that with full support from the provincial government of West Nusa Tenggara, together with the entire tourism industry and association, they are ready to host TIME 2009 and 2010 and will assure that the venue, as well as infrastructure, will be ready in time so that TIME in Lombok will be successful.
Lombok is only a 20-minute flight from Bali. The island possesses various tourism potentials, from nature (mountain, sea, and land) to culture and arts, which could attract an international market. Presently, Lombok has 3,000 hotel rooms with international standards. With the present development of hotels in Lombok, by 2009 Lombok will have around 3,500 hotel rooms.
In terms of accessibility, Lombok is flown from Singapore by Silk Air; from Malaysia by Merpati Nusantara; from Jakarta by Garuda Indonesia, Lion Air, and Batavia Air; from Surabaya by Merpati Nusantara, Lion Air, Batavia Air, and Citylink; and from Bali by Merpati Nusantara, Trigana Air, and Indonesia Air Transport. Beginning December 2008, the island will have a direct flight from Perth, Australia. Moreover, Lombok is now developing its international airport.
"The shifting of TIME to Lombok, West Nusa Tenggara will be for two consecutive years - 2009 and 2010 - and is aimed at promoting Lombok and West Nusa Tenggara to the international market, as well as to foster the development of tourism facilities and improvement of infrastructure in the region so that at the end, the destination could enjoy itself as a global travel destination," Meity Robot concluded.
Last year, TIME 2006 in Makassar was attended by 110 buyers from 21 countries and 124 sellers from 20 provinces with a recorded transaction value of USD$15 million, whereas previously TIME 2005 in Yogyakarta was attended by 84 buyers from 23 countries and 128 sellers from 20 provinces with a transaction value of USD$13 million.
TIME 2008 is supported by the ministry of culture and tourism of the Republic of Indonesia, South Sulawesi provincial government, the city of Makassar, the South Sulawesi culture and tourism office, the Makassar culture and tourism office, Garuda Indonesia as the official carrier, Singapore Airlines, Etihad Airways, Korean Air, INACA (Indonesia National Air Carriers Association), BARINDO (Board of Airline Representatives Indonesia), the embassies of Indonesia overseas, ASITA (Indonesian tour operators and travel agencies) South Sulawesi, PHRI (Indonesia Hotel and Restaurant Association) South Sulawesi and Makassar, the Indonesian Conference and Convention Association (INCCA), Pacto Convex as the event organizer, Indo Multi Media as the offical media partner, TTG Asia and Venue Magazine as supporting media partners, and Bulanmadu.com.
Tiara P.I. Hasibuan Project Leader Pacto Convex Ltd. Tel: (62-21) 570 5800 Ext. 214 Fax: (62-21) 570 5798 Email: tiara_hsb@cbn.net.id Website: www.pasarwisata.com
Insiden itu terjadi saat lalu lintas kapal di Selat Sunda padat. Kapal roll-on roll-off (roro) BSP II yang mereka tumpangi gagal sandar di Pelabuhan Bakauheni lantaran kemudi kapal mengalami kerusakan. Padahal, kapal BSP II baru masuk lintasan setelah rusak dan diperbaiki selama Maret hingga September.
Seharusnya kapal roro yang diberangkatkan dari Pelabuhan Merak pukul 17.30 itu sandar di Dermaga IV Pelabuhan Bakauheni pukul 19.30. Namun, saat akan sandar 1 mil laut dari dermaga, kemudi kapal BSP II tak bisa diarahkan ke dermaga.
Evakuasi kapal tidak bisa dilakukan secara cepat karena terganggu angin kencang dan gelombang tinggi perairan Bakauheni. Kapal tersebut baru bisa sandar sekitar pukul 23.00 setelah ditarik kapal penarik atau tug boat.
Kapal milik PT Atosim Lampung Pelayaran itu mengangkut 864 penumpang dengan 670 kendaraan. Jumlah penumpang 23 persen lebih banyak daripada kapasitas angkut yang mencapai 684 penumpang.
Kejadian serupa terjadi tanggal 7 September lalu. Ratusan penumpang terapung-apung selama lebih kurang empat jam di Selat Sunda lantaran mesin kapal Mitra Nusantara yang mereka tumpangi mati di tengah laut. Kapal yang seharusnya menyeberang ke Bakauheni itu pun akhirnya ditarik kembali ke Pelabuhan Merak.
Lima hari kemudian kejadian itu terulang. Kali ini menimpa kapal roro Nusa Bahagia. Kapal itu gagal diberangkatkan dari Pelabuhan Merak karena mengalami kerusakan mesin. Ratusan penumpang yang sudah hampir dua jam berada di atas kapal pun dipindahkan karena kapal Nusa Bahagia tidak bisa dioperasikan.
Sering rusak
Kejadian semacam itu memang kerap terjadi beberapa tahun belakangan. Kapal mogok di tengah laut karena mati mesin.
Tahun lalu ada delapan kapal roro yang kerap mengalami mati mesin, yakni kapal roro Nusa Dharma, Nusa Mulia, Nusa Setia, Nusa Agung, Nusa Bahagia, BSP II, BSP I, dan BSP III. Pada tahun 2007, delapan kapal itu berusia antara 21 dan 34 tahun. Kapal-kapal itu tak pernah mampu melayani penyeberangan sesuai dengan target, yakni 72 trip per bulan.
Tahun ini tercatat ada sembilan kapal yang pernah mengalami kerusakan. Kerusakan terparah dialami kapal roro Nusa Bahagia milik PT Putera Master SP. Kapal yang memiliki kapasitas angkut 439 penumpang dengan 100 unit kendaraan itu nyaris tak pernah beroperasi pada semester pertama tahun 2008.
Dari Januari-Juni, kapal Nusa Bahagia hanya melayani 16 kali penyeberangan atau 3,7 persen dari target 432 trip perjalanan per semester. Setelah menjalani perawatan docking pada bulan Juli, Nusa Bahagia sempat melayani penyeberangan, tetapi gagal diberangkatkan. Mesin kapal sulit dihidupkan serta tak bisa bergerak mundur.
Untungnya kerusakan terjadi jauh sebelum masa mudik Lebaran. Dengan demikian, PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) bisa langsung melarang Nusa Bahagia turut serta dalam angkutan Lebaran.
Kapal lain yang sering rusak adalah kapal BSP II. Kapal ini hanya beroperasi selama dua bulan pertama tahun 2008, sedangkan sejak Maret hingga awal September kapal tidak dioperasikan. Bahkan, kemudi kapal rusak saat kapal ini baru beberapa kali melayani penyeberangan Merak-Bakauheni.
Hasil evaluasi PT ASDP Merak menunjukkan, BSP II hanya mampu melayani 52 trip perjalanan, sekitar 12 persen dari target pelayanan 432 trip per semester. Padahal, kapasitas angkut kapal roro ini tergolong besar, yakni 600 penumpang dengan 148 kendaraan.
Berikutnya, kapal Nusa Mulia yang tiga kali mengalami kerusakan. Kapal milik PT Putera Master itu libur beroperasi pada Maret, April, dan Mei. Kapal berkapasitas angkut 430 penumpang dan 71 kendaraan itu pun hanya bisa melayani 35,6 persen atau 154 trip dari target 432 trip per semester.
Kapal milik PT Putera Master lain yang juga kerap mengalami kerusakan adalah Nusa Setia. Selama periode Januari-Juni, kapal ini hanya bisa melayani 67 trip atau 15,5 persen dari jadwal yang ditetapkan.
Adapun lima kapal lain, yakni kapal BSP I, Jatra II, Nusa Dharma, Bahuga Pratama, dan Menggala masing-masing libur beroperasi selama satu bulan karena rusak. Dari lima kapal itu, hanya KMP Bahuga Pratama yang mampu melayani perjalanan sesuai dengan target 432 trip per semester.
Tak teratasi
Sebenarnya persoalan kapal rusak yang kerap mengganggu aktivitas penyeberangan sudah dibahas jauh sebelum musim mudik Lebaran tahun lalu. Saat itu Kantor Administrator Pelabuhan (Adpel) Banten memberikan surat permohonan agar enam kapal dikeluarkan dari lintasan Merak-Bakauheni karena sering rusak.
Kapal tersebut adalah Nusa Mulia, Nusa Setia, Nusa Agung, Nusa Bahagia, BSP II yang hanya melayani satu trip perjalanan, dan BSP I yang sama sekali tidak bisa melayani penyeberangan pada semester pertama tahun 2007.
Solusi lain yang ditawarkan Adpel Banten adalah menambah enam kapal baru sebagai pengganti kapal-kapal yang sering rusak. Akan tetapi, syaratnya, kapal pengganti berkapasitas angkut minimal 150 kendaraan.
Selain itu, Adpel Banten juga mengusulkan agar dermaga di Pelabuhan Merak ditambah. Alasannya, empat dermaga yang ada hanya bisa menampung maksimal 24 kapal per hari.
Namun, hingga saat ini solusi yang ditawarkan Adpel belum semuanya dipenuhi. Enam kapal yang diminta untuk dipindahkan dari lintasan Merak-Bakauheni masih dioperasikan. Begitu pula dengan usulan penambahan dermaga belum juga terealisasi.
Sementara itu, penambahan tiga kapal baru juga belum memaksimalkan pelayanan penyeberangan di Selat Sunda sebab hanya satu kapal yang memenuhi syarat kapasitas angkut 150 kendaraan, yakni KMP Mentari Nusantara. Adapun dua kapal lain, yakni KMP Windu Karsa Dwitya dan Musthika Kencana, masing-masing memiliki kapasitas angkut 85 kendaraan dan 60 kendaraan.
Meski kapal baru berhasil menambah jumlah kapal menjadi 30 unit, kenyataannya tidak semuanya bisa dioperasikan. Apalagi, kapal-kapal yang sehat masih dipaksa melayani penyeberangan melebihi target. Hal itu rawan mengalami kerusakan mesin, seperti kapal Mitra Nusantara. Begitulah repotnya bila harus menyeberang dengan kapal-kapal tua. (NTA/HLN/ACI)
JAKARTA, MINGGU-- Jauh sebelum peneliti asing menulis tentang meletusnya Gunung Krakatau (Krakatoa, Carcata) tanggal 26, 27, dan 28 Agustus 1883, seorang pribumi telah menuliskan kesaksiaan yang amat langka dan menarik, tiga bulan pascameletusnya Krakatau, melalui Syair Lampung Karam. Peneliti dan ahli filologi dari Leiden University, Belanda, Suryadi mengatakan hal itu kepada Kompas di Padang, Sumatera Barat, dan melalui surat elektroniknya dari Belanda, Minggu (31/8).
"Kajian-kajian ilmiah dan bibiliografi mengenai Krakatau hampir-hampir luput mencantumkan satu-satunya sumber pribumi tertulis, yang mencatat kesaksian mengenai letusan Krakatau di tahun 1883 itu. Dua tahun penelitian, saya menemukan satu-satunya kesaksian pribumi dalam bentuk tertulis, " katanya. Sebelum meletus tanggal 26, 27, dan 28 Agustus 1883, gunung Krakatau telah batuk-batuk sejak 20 Mei 1883. Letusan dahsyat Krakatau menimbulkan awan panas setinggi 70 km dan tsunami setinggi 40 meter dan menewaskan sekitar 36.000 orang.
Sebelum meletus tahun 1883, Gunung Krakatau telah pernah meletus sekitar tahun 1680/1. Letusan itu memunculkan tiga pulau yang saling berdekatan; Pulau Sertung, Pulau Rakata Kecil, dan Pulau Rakata. Suryadi menjelaskan, selama ini yang menjadi bacaan tentang letusan Gunung Krakatau adalah laporan penelitian lengkap GJ Symons dkk, The Eruption of Krakatoa and Subsequent Phenomena: Report of the Krakatoa Committee of the Royal Society (London, 1883).
Sedangkan sumber tertulis pribumi terbit di Singapura dalam bentuk cetak batu (litography) tahun 1883/1884. Kolofonnya mencatat 1301 H (November 1883-Oktober 1884). Edisi pertama ini berjudul Syair Negeri Lampung yang Dinaiki oleh Air dan Hujan Abu (42 halaman). " Tak lama kemudian muncul edisi kedua syair ini dengan judul Inilah Syair Lampung Dinaiki Air Laut (42 halaman). Edisi kedua ini juga diterbitkan di Singapura pada 2 Safar 1302 H (21 November 1884), " paparnya.
Edisi ketiga berjudul Syair Lampung dan Anyer dan Tanjung Karang Naik Air Laut (49 halaman), yang diterbitkan oleh Haji Said. Edisi ketiga ini juga diterbitkan di Singapura, bertarikh 27 Rabiulawal 1301 H (3 Januari 1886). Dalam beberapa iklan, edisi ketiga ini disebut Syair Negeri Anyer Tenggelam. " Edisi keempat syair ini, edisi terakhir sejauh yang saya ketahui, berjudul Inilah Syair Lampung Karam Adanya (36 halaman). Edisi keempat ini juga diterbitkan di Singapura, bertarikh 10 Safat 1306 H (16 Oktober 1888)," ungkap Suryadi, yang puluhan hasil penelitiannya telah dimuat di berbagai jurnal internasional.
Menurut Suryadi, khusus teks keempat edisi syair itu ditulis dalam bahasa Melayu dan memakai aksara ArabMelayu (Jawi). Dari perbandingan teks yang ia lakukan, terdapat variasi yang cukup signifikan antara masing-masing edisi. Ini mengindikasikan pengaruh kelisanan yang masih kuat dalam tradisi keberaksaraan yang mulai tumbuh di Nusantara pada paroh kedua abad ke-19. Suryadi yang berhasil mengidentifikasi tempat penyimpanan eksemplar seluruh edisi Syair Lampung Karam yang masih ada di dunia sampai saat ini menyebutkan, Syair Lampung Karam ditulis Muhammad Saleh.
Ia mengaku menulis syair itu di Kampung Bangkahulu (kemudian bernama Bencoolen Street) di Singapura. " Muhammad Saleh mengaku berada di Tanjung Karang ketika letusan Krakatau terjadi dan menyaksikan akibat bencana alam yang hebat itu dengan mata kepalanya sendiri. Sangat mungkin si penulis syair itu adalah seorang korban letusan Krakatau yang pergi mengungsi ke Singapura, dan membawa kenangan menakutkan tentang bencana alam yang mahadahsyat itu," katanya.
Bisa direvitalisasi
Suryadi berpendapat, Syair Lampung Karam dapat dikategorikan sebagai syair kewartawanan, karena lebih kuat menonjolkan nuansa jurnalistik. Dalam Syair Lampung Karam yang panjangnya 38 halaman dan 374 bait itu, Muhammad Saleh secara dramatis menggambarkan bencana hebat yang menyusul letusan Gunung Krakatau tahun 1883. Ia menceritakan kehancuran desa-desa dan kematian massal akibat letusan itu. Daerah-daerah seperti Bumi, Kitambang, Talang, Kupang, Lampasing, Umbulbatu, Benawang, Badak, Limau, Lutung, Gunung Basa, Gunung Sari, Minanga, Tanjung, Kampung Teba, Kampung Menengah, Kuala, Rajabasa, Tanjung Karang, juga Pulau Sebesi, Sebuku, dan Merak luluh lantak dilanda tsunami, lumpur, dan hujan abu dan batu.
Pengarang menceritakan, betapa dalam keadaan yang memilukan dan kacau balau itu orang masih mau saling tolong menolong satu sama lain. Namun, tak sedikit pula yang mengambil kesempatan untuk memperkaya diri sendiri dengan mengambil harta benda dan uang orang lain yang ditimpa musibah. Selain menelusuri edisi-edisi terbitan Syair Lampung Karam yang masih tersisa di dunia sampai sekarang, penelitian Suryadi juga menyajikan transliterasi (alih aksara) teks syair ini dalam aksara latin.
"Saya berharap Syair Lampung Karam dapat dibaca oleh pembaca masa kini yang tidak bisa lagi membaca aksara Arab-Melayu (Jawi). Lebih jauh, saya ingin juga membandingkan pandangan penulis pribumi (satu-satunya itu) dengan penulis asing (Belanda/Eropa) terhadap letusan Gunung Krakatau," jelas Suryadi.
Peneliti dan dosen Leiden University ini menambahkan, teks syair ini bisa direvitalisasi untuk berbagai kepentingan, misalnya di bidang akademik, budaya, dan pariwisata. Salah satunya adalah kemungkinan untuk mengemaskinikan teks Syair Lampung Karam itu dalam rangka agenda tahunan Festival Krakatau. Juga dapat direvitalisasi dan diperkenalkan untuk memperkaya dimensi kesejarahan dan penggalian khasanah budaya dan sastra daerah Lampung.
Peninggalan penjajah Belanda yang masih kokoh di bumi banten dan tetap difungsikan di antaranya Menara Mercusuar. terletak di Kampung Bojong, Desa Cikoneng, Anyer. Menara ini dibangun sekitar tahun 1885 M. Pendiriannya bertujuan untuk mengamankan wilayah selat sunda dari serbuan musuh.
DADAN A HUDAYA - Anyer
Radar Banten
MERCUSUAR Anyer, terdiri dari 17 lantai dan setiap tingkat dilengkapi 17 buah anak tangga. Keseluruhannya terbuat dari besi baja dengan diameter lingkar menara bawah sekitar 10 meter dan atas 5 meter.
Menaiki tangga demi tangga di menara mecusuar Anyer ini cukup melelahkan. Namun, hingga mencapai puncak sangat terasa kepuasan batin melihat pemandangan alam laut dan pengumuman. Sehingga, lelah yang dirasakan pun sekejap hilang, Angin yang berhembus cukup kencang menambah kenikmatan tersendiri berada di atas puncak menara mecusuar Anyer yang tingginya hampir 100 meter.
Menurut salah seorang pengunjung asal Kaloran yang datang ke Mecusuar Anyer, Serang, Aisyah juga mengungkapkan takjubnya saat berada di atas. Walaupun terlihat gugup dan selalu berpegangan ke dinding menara ia memberanikan diri melihat ke bawah. Indahnya laut pun dilihat Aisyah sepuas-puasnya. Deretan kapal feri menyebrangi lautan menuju Bakauheuni, Lampung, juga terlihat walaupun agak samar.
Kemarin, kebetulan menari ini dibuka oleh petugas dan boleh dimasuki pengunjung yang datang. Menara mecusuar Anyer tersebut masih difungsikan sebagai petunjuk kapal-kapal laut untuk mengarungi lautan di malam hari. Dengan dilengkapi lampu berdaya 1000 watt mampu terlihat oleh nahkoda kapal sejauh ratusan kilometer. Dengan kedipan berupa kode biasanya nahkoda mengerti kemana arah yang harus dituju.
Menurut Didin, penjaga mercusuar Anyer, jika saja lampu mercusuar tersebut tidak berfungsi maka kapal laut juga dikhawatirkan menuju arah yang tidak diinginkan. "Untuk itu, sebisa mungkin jika malam mati maka secepatnya diperbaiki. Jika tidak kasihan yang ada dilaut. Khawatir hilang arah," ujarnya. Jika liburan sekolah tiba, biasanya banyak pengunjung yang naik ke atas mecusuar Anyer.